Politik Hukum Pajak Indonesia dalam Praktik Kontemporer, berisikan berbagai pemikiran penting bagi segenap anggota komunitas warga yang hadir dengan spesifikasinya di ruang publik pajak secara unik dan terus dilindungi hukum. Dalam logika ekonomi, khususnya logika politik hukum pajak, bahwa pajak dibebankan kepada warga negara karena negara sendiri memiliki tanggung jawab untuk melayani kebutuhan masyarakat, tidak untuk kepentingan dirinya sendiri. Buku yang ada di tangan pembaca, terdiri dari tiga bagian besar yang masing-masingnya penulis berupaya untuk menguraikan secara gamblang sebagai berikut:
Bagian Pertama, berisikan Penerapan Rechtsstaat di Indonesia. Berkiprah pada teori kedaulatan, bahwa eksistensi negara ada untuk melayani kepentingan umum (bonum commune), menjaga kepentingan nasional dan terus memerlukan pembiayaan yang lebih besar dari dalam masyarakatnya sendiri untuk mencapai kesejahteraan. Di sinilah negara hadir dalam sebuah pemerintahan sebagai sistem yang memiliki tiga komponen penting untuk mengelolanya, yakni: Pertama, politik hukum pajak negara dalam konstitusi, khususnya dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 23 dan Pasal 33. Kedua, lembaga otoritas perpajakan dalam artian lembaga yang berwenang dan bertanggung jawab atas pelaksanaan segenap aturan perpajakan/penerimaan negara yang berlaku. Ketiga, pelaku yang dalam hai ini adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas pelaksanaan berbagai hal yang berkaitan langsung dengan kewenangan yang melekat pada Lembaga yang dipimpinnya. Semua hal tersebut akan dapat berjalan secara baik di Indonesia, apabila pengaturan dan pembagian kekuasaan dilakukan secara proporsional, seperti kekuasaan pengelolaan penerimaan negara dengan kekuasaan pengeluaran negara. Indonesia adalah negara hukum ( Rechtsstaat ) di mana kedalautan sebuah negara menjadi patokannya. Eksistensi sebuah negara pun selalu tunduk di bawah pemerintahan sebagai sistem, dengan mengutamakan tiga komponen utama yakni aturan main, soal kelembagaan dan yang terkait langsung dengan kedua hal tersebut adalah pelakunya.
Kompleksitas pemahaman pajak dalam negara modern, jika dilihat dari logika politik dan kedaulatan negara, maka negara dalam menentukan sejumlah kewajiban pajak kepada warganya harus perpedoman pada politik hukum pajak negara. Negara memiliki otoritas mengatur dan melayani masyarakat, maka konsekuensinya masyarakat harus mendukung upaya pemerintah dalam mendapatkan sumber pembiayaan pembangunan yaitu harus membayar sejumlah kewajiban kepada negara yang berupa pajak sesuai dengan kemampuan mereka sebagaimana telah ditentukan dalam perundang-undangan perpajakan.
Bagian kedua berbicara tentang: Pajak dalam Ilmu Hukum di Indonesia. Pada bagian ini penulis mencoba untuk menjelaskan sejumlah persoalan perpajakan. Dalam masyarakat modern, termasuk di Indonesia, persoalan perpajakan lebih pada persoalan administrasi meliputi permasalahan hukum dan manajemen pengelolaannya yang dilakukan oleh negara secara otoritatif.
Pemahaman tentang kedudukan dan hukum pajak adalah seperangkat aturan yang mengatur tentang kewenangan dan kewajiban negara, hak dan kewajiban pembayar pajak, serta relasi antara pembayar pajak dengan pemerintah sebagai pemungut pajak. Perlu digaris bawahi bahwa hukum pajak tidak terbatas hanya pada hukum adminstratif, namun juga sebagai intrumen politik perekonomian. Oleh sebab itu, hukum pajak perlu diberi ruang khusus dalam aktivitasnya. Namun demikian, kehususan tidak menjadikan pemerintah atau petugas pajak menjadi semena-mena dalam pemungutan pajak, harus tetap berlandaskan pada aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Partisipasi atau kepatuhan pembayar pajak sangat diperlukan dan sangat penting dalam satu negara. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia saat ini, sistem self assessment yaitu pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada pembayar pajak untuk menghitung, dan menyetor dan melapor pajaknya sendiri (pembayar pajak memperhitungkan pajaknya sendiri). Pengertian self assessment lebih jauh lagi bahwa pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika pembayar pajak terbukti kurang bayar, lebih bayar, telat setor pajak dan telat lapor. Dalam konteks ini, sangat dibutuhkan integritas dan sikap kejujuran yang seharusnya timbul dari masyarakat dan atas kesadaran masyarakat sendiri. Namun pada kenyataan, masih banyak terjadi sengketa pajak. Bahkan sengketa pajak yang terjadi, banyak dikarenakan pemahaman masyarakat tentang pajak yang masih rendah, kurangnya sosialisasi oleh otoritas perpajakan dan bisa disebabkan oleh kesalahan atau kekurang cermatan petugas pajak dalam penerapan perundang-undangan perpajakan.
Indonesia sebagai negara hukum segala perbuatan tentu harus berdasarkan pada aturan yang telah ditetapkan dan harus dijalankan oleh segenap elemen bangsa baik elite negara maupun anggota masyarakat. Aturan demikian tentu untuk memberikan jaminan perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Hal ini seperti yang telah ditegaskan oleh UUD 1945 pada bagian keempat yang menyatakan adanya kewajiban penyelenggara negara untuk memberikan jaminan kepada rakyatnya, yaitu dengan segenap tumpah darah serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan berperan serta dalam melaksanakan ketertiban dunia. Sejalan dengan asas hukum dan poltik hukum pajak yang harus mengedepankan Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum. Fungsi pajak sebagai instrument social ekonomi harus menjadi acuan dalam menciptakan sistem pemungutan pajak yang berlandaskan atas dasar keadilan, efisien, dan kepastian serta harus diatur sejelas-jelasnya dalam undang-undang tentang hukum pajak itu sendiri, sehingga dapat memberikan kepastian dan kemanfaatan.
Bagi Negara fungsi pajak yang paling utama adalah sebagai sumber utama pembiayaan negara. Pajak merupakan komponen penting untuk mengisi kas negara. Dengan kas negara yang sehat diharapkan janji politik Presiden yang menjadi program pemerintahan dapat dilaksanakan dan berjalan dengan baik. Fungsi lainnya adalah bahwa pajak dapat menjadi instrument pemerataan pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu kebijakan perpajakan dapat dijadikan sebagai alat intervensi pemerintah dalam menjaga kesehatan ekonomi nasional.
Pemerintah telah melakukan beberapa langkah penting untuk melindungi perekonomian nasional dari wabah Covid 19, di antaranya keringanan pajak bagi perusahaan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Keringanan Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Terkena Wabah Virus Corona. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020, kesembilan belas sektor industri yang terkena dampak Covid 19 akan mendapatkan insentif berupa pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi berdasarkan PPh Pasal 21 bagi pegawai dengan penghasilan tertinggi Rp 200 juta per tahun dan pembebasan PPh Pasal 22. Impor, potongan 30% untuk angsuran bulanan PPh Pasal 25, percepatan pengembalian dengan ambang batas peningkatan dari Rp 1 miliar menjadi Rp 5 miliar. Selain itu, Pemerintah berupaya melakukan hal yang sama untuk industri lain yang juga terdampak COVID-19 agar mendapat insentif yang sama.
Bagian ketiga Pidana Pajak. Pada bagian ini penulis ingin menjelaskan bahwa untuk mendorong dan memastikan kepatuhan perpajakan masyarakat maka diperlukan instrumen hukum berupa ancaman pengenaan sanksi bagi pelaku pelanggaran apalagi pelaku kejahatan perpajakan. Berbeda dengan pidana lainnya, bahwa pidana pajak masih dapat diupayakan untuk pembayaran ke kas negara. Artinya, meskipun pembayar pajak patut diduga melakukan tindak pidana perpajakan, masih diberikan ruang untuk melakukan upaya hukum yang lebih meringankan bahkan dapat menghentikan proses penyidikan sepanjang pembayar pajak mau membayar pokok pajak termasuk sanksinya. Konsep ultimum remedium itulah yang dianut oleh sistem perpajakan Indonesia.
Meskipun terdapat pengenaan sanksi administrasi pajak, bila dipandang dari beban ekonomi dapat membebani biaya usaha, terlebih dengan ancaman sanksi pidana bagi pelaku kejahatan perpajakan yang dapat menyebabkan masuk penjara, namun data statistik memperlihatkan angka sengketa pajak masih sangat tinggi dan tingkat kepatuhan masih belum optimal. Oleh karena itu, penulis mencoba memotret pemunculan dan penanganan terhadap para pembayar pajak yang diketahui melakukan pelanggaran administrasi dan tindak pidana perpajakan di Indonesia.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini ditulis dalam waktu yang relative singkat dan sepengetahuan penulis belum ada penulis yang menulis tentang Politik Hukum Pajak dalam prakteknya di Indonesia, yang dipublikasi atau dalam bentuk buku. Oleh karena itu, buku ini merupakan buku pertama di Indonesia, sehingga mungkin belum dapat memenuhi harapan pembaca secara keseluruhan. Namun demikian, harapan penulis semoga buku ini menambah khasanah ilmu pengetahuan perpajakan di Indonesia. Penulis sangat berterimakasih, apabila ada yang dapat memberikan masukan untuk perbaikan penerbitan buku di masa mendatang.
Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkontribusi positif dalam penulisan buku ini, terutama kepada sahabat sekaligus mitra diskusi Thomas, S.Soc. MA. Ph.D. dan Tommy SH., MH.
Secara khusus terimakasih, cinta dan sayang untuk istri penulis Prof. Dr. Dra. Haula Rosdiana, M.Si, yang selalu mendampingi penulis dengan ketulusannya ingin meringankan beban penulis dengan mengorbankan waktu, pikiran, perasaan, dan materil demi tercapainya keinginan penulis untuk penerbitan buku ini.
Akhirnya terima kasih kepada penerbit Halaman Moeka, yang telah menerbitkan buku ini tepat pada waktunya. Segala keterbartasan dalam buku ini, tetap dalam kendali penulis.
Jakarta, 28 Juli 2022.
Dapatkan bukunya di: +62 818-0836-3882
Link Pilihan: