Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah lepas dari problematika kehidupan, permasalahan dapat muncul seiring kebutuhan hidup yang harus terealisasi. Persoalannya mampukah manusia bertahan pada kondisi tersebut, bergantung pada kemampuan mempertahankan keberadaan diri. Sejalan dengan majunya peradaban, banyak ditemui manusia yang lepas dari batas pertahanan diri. Semisal dalam kehidupan bersosial, lebih suka bersikap apa adanya dan cenderung apatis, melewatkan hal-hal yang dianggap tidak penting atau katakanlah tidak berpengaruh langsung kepada diri pribadi. Semua hal selalu diorientasikan pada ’nilai’ yang didapat. Lain lagi pada manusia yang terlalu menyikapi perkembangan jaman pada rasa kepercayaan diri berlebih, tipe ini tidak terlepas juga dari pergolakan masalah. Semuanya memiliki akses pada munculnya dampak yang akan dialami, hanya tinggal menunggu saat ini atau nanti. Deskripsi
kehidupan nyata seperti ini banyak terlihat dalam karya sastra.
Produktivitas karya sastra tersebut akibat gambaran langsung
dari kehidupan, karena memang sastra yang berkategori ’baik’
adalah yang merepresentasikan kehidupan nyata.
Sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat,
jarang terlepas dari peradaban. Oleh sebab itu dapatlah
diformulasikan sebuah titik tolak peradaban dan wacana sastra
yang semakin mempererat hubungan keduanya. Yaitu ”Oleh
karena sastra bercermin pada gejala peradaban yang
mempengaruhi segala aspek tatanan kehidupan, maka dapat
dikatakan bahwa masalah peradaban adalah masalah
sastra”. Artinya sastra bertugas menyampaikan sejujur dan
seadilnya. Proses penyampaian kejujuran dan keadilan sastra
terletak pada kelihaian sastrawan, kenapa saya menyebut
sastrawan? Adalah dia yang ’berketerampilan’ pada bidang
sastra. Kata ’berketerampilan’ ini bukanlah merujuk kepada
keberpihakan seseorang, namun justru menggiring pada
kekompakkan. Kata ’berketerampilan’ juga tidak terbatas
pada hal biasa, namun mampu berkreasi dan berinovasi.
Secara keseluruhan mencakup penyair, penulis prosa,
pembaca, dan penganalisis sastra.
Semakin terampil seorang sastrawan, semakin terlihat
pada gaya kebahasaannya. Suatu hal yang mendasari
penyampaian sastra sekreatif dan seinovatif mungkin, adalah
dengan penggunaan gaya yang mewakili karakteristik dan ciri
pribadinya. Gambaran ini terlihat jelas oleh kondisi setiap
manusia yang berbeda penafsiran terhadap sesuatu. Sebagai
contoh nyata bagi kita ketika Chairil Anwar menyampaikan
karyanya dengan penggunaan bahasa tulis dan lisan yang
’meledak-ledak’, berbeda dengan Taufik Ismail yang lebih
menggunakan bahasa tulis halus dan lisan yang lembut,
namun karya keduanya tetap memiliki konsep makna yang
menarik dan estetis. Keduanya memiliki karakteristik dan
gaya yang berbeda. Perbedaan gaya banyak pula ditemukan
pada karya cerpen dan novel. Masing-masing gaya merupakan
keterwakilan diri pengarang. Stilistika sebagai studi kajian
gaya (style) memberikan angin segar bagi kazanah
kesusastraan, terlebih di Indonesia. Hal ini yang mendasari
kajian Stilistika berkembang di Indonesia.
Stilistika pada mulanya berasal dari Yunani Kuno, namun
di Indonesia diperkenalkan oleh Slamet Mulyana pada tahun
1956. Awalnnya Stilistika dipakai hanya untuk melihat gaya
pemakaian bahasa seseorang dalam kehidupan sehari-hari,
namun berkembang menjadi salah satu kajian sastra. Hal ini
didasari pada pemahaman bahwa dalam sastra terdapat
penggunaan bermacam gaya kebahasaan.
Perspektif sastra melihat Stilistika sebagai suatu kajian
yang menyelidiki gaya (style) kebahasaan sastrawan melalui
karyanya. Istilah gaya (style) terlalu luas dan tidak berbatas,
oleh sebab itu perlu ditekankan pada pemunculan beberapa
aspek yang masih berkategorikan dimensi gaya (style). Untuk
itu, dalam buku ini akan dijelaskan lebih lanjut apa saja
aspek-aspek gaya (style) dalam sastra, baik itu gaya (style)
puisi, gaya (style) cerpen, maupun gaya (style) novel.
Buku Stilistika Menyimak Gaya Kebahasaan Sastra ini
dihadirkan sebagai salah satu sumber bacaan dalam mata
kuliah Stilistika, selain itu juga untuk mendampingi
kepustakaan lainnya mengenai pengetahuan tentang kajian
Stilistika Sastra dan aspek-aspek pengkajiannya, yaitu aspek
gaya puisi, cerpen, dan novel. Buku ini berisi Sembilan bab.
Bab 1 Selayang Pandang Stilistika, Bab 2 Sejarah Stilistika,
Bab 3 Stilistika dan Teori Lain, Bab 4 Stilistika Jenis dan
Pendekatan, Bab 5 Stilistika Gaya Kebahasaan Sastra, Bab 6
Aspek Kajian Stilistika Sastra, Bab 7 Analisis Stilistika Puisi,
Bab 8 Analisis Stilistika Prosa Cerpen, dan Bab 9 Analisis
Stilistika Prosa Novel.
Terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang
membantu terselesaikannya buku ini. Motivasi dari beberapa
pihak merupakan faktor tak ternilai dalam hal membakar
‘jenuh’ menjadi ‘kobaran semangat’ hingga buku ini menjadi
nyata. Buku ini masih jauh dari apa yang diharapkan
pembaca, untuk itu penulis mengharapkan saran, masukan,
dan kritik konstruktif demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata,
semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca sekalian. Selamat
membaca dan salam sastra.