Islam Liberal yang pertama kali dipopulerkan oleh Charles Kurzman dan Goerge Barton, merupakan bentuk perlawanan terhadap gerakan fundamentalis agama yang telah melakukan gerakan-gerakan menghegemoni seluruh rangkaian dogma keagamaan, pelestrarian yang ketat terhadap karya klasik.
Sementara itu, Islam Liberal di Indonesia telah berkembang cukup pesat (Fertilizes) yang menurut Barton bahwa ide–ide Liberalisme itu telah nampak dan diperkenalkan melalui pola-pola fikir Nurcholish Madjid, Abdur Rahman Wahid, Ahmad Wahib dan Djohan Effendy. Mereka secara gigih mewacanakan tentang pentingnya sikap pluralisme, inklusifisme di semua lini kehidupan. Islam harus ditampilkan wajah ramah dan penuh kedamaian sebagai prinsip-prinsip universal, dimana secara inheren islam mengusung nilai perdamaian, toleransi, persamaan kedudukan dan mengedepankan semangat HAM. Dan tentu saja dalam upaya penetrasiasi nilai-nilai tersebut yang berangkat dari nama Liberalisme akan menghadapi perlawanan, Ulil Abshar-Abdalla berusaha mewujudkan nilai tersebut secara konkrit dengan menggalang Jaringan Islam Liberal (JIL) sebagai media efektif mengkampanyekan ide-ide liberalisme di Indonesia.
Di antara salah satu wacana yang paling krusial dari Liberalisme Islam ini adalah Perkawinan lintas Agama, di Indonesia peraturan tentang perkawinan beda iman adalah terlarang sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Inpres RI No. 1. 1991. demikian pula oleh lembaga-lembaga keagamaan seperti Muhamadiyah dan NU.
Di sisi lain, Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang ada secara terang-terangan memperbolehkan orang Muslim untuk menikah dengan perempuan Ahl al-Kitab dan secara tegas melarang perkawinan dengan perempuan Musyrik. Namun pada batasan tertentu terdapat penyempitan makna Ahl al-Kitab, sebagian Ulama terdahulu memaknai Ahl al-Kitab itu adalah Yahudi dan Kristen. Mengingat interaksi mereka dahulu hanya kalangan yahudi dan Kristen. Sebagian yang lain memahami Ahl al-Kitab itu siapa saja yang mempunyai kitab Suci walau selembar.
Kalangan Liberalis memahami bahwa Ahl al-Kitab siapa saja yang mempunyai kitab suci dan mempercayai salah satu Nabi dikatagorikan sebagai Ahl al-Kitab dan sebagai konsekuensinya menikah dengan perempuan mereka adalah legal.
Penulis
M. Ridwan
mohd.ridwan1980@gmail.com