Awal perjalanan karirnya menerjemahkan sungguh tak terduga. Pada wawancara di sini, Poppy bertutur, tahun 2001, ia bergabung di milis Indonesia Harry Potter (IHP) di Yahoo Groups. “Saat itu beberapa orang sudah baca sampai buku keempat, beberapa orang lain baru baca buku pertama karena baru buku pertama yang sudah ada terjemahannya. Suatu ketika saya menemukan sebuah buku suplemen tentang Harry Potter yang berisi latar belakang mitos dan legenda yang dipakai J.K. Rowling untuk buku Harry Potter. Itu juga yang kami bahas di milis. Buku itu berbahasa Inggris. Ada yang meminta saya untuk menerjemahkannya dan di-share di milis. Saya berdua dengan Tia Ayudia, teman milis juga, membagi bab-bab buku itu untuk diterjemahkan. Ternyata, Ibu almarhumah Listiana Srisanti, penerjemah buku Harry Potter, dan Chief Editor Gramedia, Mbak Anastasia Mustika, mereka anggota milis juga. Begitu melihat saya menerjemahkan, mereka menawari saya untuk jadi penerjemah di Gramedia. Saya pun datang ke GPU (Gramedia Pustaka Utama) untuk tes dan lulus sebagai penerjemah bersama Tia dan Novia Stefani.”
Dari sana, Poppy pun jadi langganan menerjemahkan novel fantasi. Mulai dari karya Roald Dahl, Jacqueline Wilson, Philip Pullman, Eva Ibbotson, Jonathan Stroud, sampai JRR Tolkien. Tak hanya itu, Poppy juga menulis sejumlah novel bergenre remaja (teenlit) seperti: The Bookaholic Club 1, The Bookaholic 2: Hantu-hantu dari Masa Lalu, Nocturnal, dan Mirror, Mirror, on the Wall. Karya solonya yang terbaru adalah: Kumpulan Cerpen Orang-orang Tanah.
Di Festival Pembaca Indonesia 2013 beberapa waktu lalu, Poppy pun berbagi pengalaman dalam Workshop Menerjemahkan Novel Populer.
Bekal Awal Penerjemah “Aku sering ditanya: ‘Gimana sih caranya jadi penerjemah? Harus lulusan Sastra Inggris nggak sih?’,” Menurut lulusan STIE Perbanas ini, penerjemah bisa berasal dari beragam bidang ilmu. Karena bekal utama penerjemah adalah: suka membaca dan menulis. “Aku tuh, sehari nggak baca buku bisa sesak napas,” selorohnya.
Tak hanya suka membaca dan menulis, penerjemah juga harus rajin. Rajin buku kamus dan tesaurus, serta paham konteks. Ini semua demi mencari padanan kata yang pas, sehingga bisa mengalihkan gagasan atau makna dengan pas pula. “Misalnya, idiom. Idiom British dan Irish kan beda ya, dengan idiom Amerika. Kalo idiom Amerika kita sering lihat di film. Nah idiom British itu dialeknya bisa beda-beda tiap daerah. Gimana kalo idiom itu di kamus nggak ada, googling nggak ada?” ujar Poppy.
Menemui kasus tersebut, Poppy pun mencari orang Inggris. “Yang kadang, orang Inggris sendiri juga nggak tahu ada dialek begitu di Inggris. Di situ kita bisa diskusi sama editor atau teman penerjemah,” tandasnya.
Lalu, apa lagi yang perlu diperhatikan penerjemah? Menurut Poppy, penerjemah harus jeli melihat teks: harafiah atau bukan. “Perhatikan juga selingkung penerbit dan gaya bahasa penulis. Bayangkan juga situasi tokoh, serta sasaran pembaca. Misalnya pembaca remaja dan anak-anak, biasanya pakai nonformal,” jelasnya.
Haruskah penerjemah setia pada teks? Tidak harus. “Bahasa Inggris itu kan lebih enak aktif, sementara bahasa Indonesia lebih enak pasif. Kalau mau nerjemahin setia ya tidak indah. Jadi nggak apa-apa ngubah kata, asal maknanya nggak berubah dan pembaca paham,” saran Poppy.
Berlatih Langsung di Workshop Di workshop Menerjemahkan Novel Populer, Poppy membagikan makalah gratis pada peserta. Makalah itu juga bisa diunduh gratis di blog Barokah Ruziati (penerjemah dan editor).
Yang menarik, dalam makalah setebal 20 halaman ini, Poppy juga menyertakan latihan pada tiap bahasan. Secara berkelompok, peserta workshop menerjemahkan latihan ini, kemudian dikoreksi Poppy. Aneka latihan tersebut, beserta terjemahan Poppy adalah sbb:
a. Gaya Bahasa 1. Ow! You kicked me! Do I look a ball to you? Terjemahan: Aw! Kau menendangku! Memangnya aku bola?
2. She threw the book at Daniel, hit him squarely on the head. He tumbled backwards and sprawled on the floor. Terjemahan: Dia menyambit Daniel dengan buku, telak ke kepala. Daniel terjungkal, lalu terkapar.
b. Kata Ganti Orang 1. Statilius’s limp form was let down … and finally Cethegus, who screamed and sobbed and put up such a tremendous struggle that two men had to sit on him while a third tied his wildly thrashing legs—in the end they tipped him through the hole head first and he fell with a thud. Terjemahan: Sosok lemas Statilius diturunkan. Cethegus menjerit meronta begitu kuat, sampai harus diduduki dua orang dan kakinya yang menendang-nendang liar diikat yang seorang lagi. Akhirnya, mereka mendorongnya ke lubang dan ia jatuh dengan suara bergedebuk.
2. You know you’re in trouble when your parents call you with your full name Terjemahan: Kalau orangtuamu memanggilmu dengan nama lengkap, kamu pasti dalam masalah.
c. Frasa 1. It’s too good to be true Terjemahan: Rasanya terlalu muluk; Rasanya nyaris mustahil
2. Why don’t you sit down? Terjemahan: Duduk dulu, deh.
3. Mommy’s busy. Why don’t you play with your sister? Terjemahan: Mama sibuk. Kamu main dengan adikmu saja.
4. Why don’t you wear this blue dress while I wear the red one? Terjemahan: Begini saja, kau pakai yang biru, aku pakai yang merah.
5. Maybe I should check with the dean first, but you know what? Let’s just go! Terjemahan: Seharusnya aku tanya dulu ke Dekan, tapi peduli setan. Pergi saja, yuk!; Seharusnya aku tanya dulu ke Dekan, tapi masa bodoh. Pergi saja yuk!
d. Ragam Makna dalam Kalimat 1. I’m afraid you’re wrong. Terjemahan: Sayangnya, Anda keliru; Sayangnya, kau keliru.
2. Georgia hadn’t noticed at first because all Talians seemed exotic to her, but there was something different about Aurelio and Raffaella. Terjemahan: Georgia mulanya tidak sadar, karena semua orang Talia eksotis. Tapi ada yang berbeda pada diri Aurelio dan Raffaella.
3. I’ve always wanted to learn how to swim Terjemahan: Sudah lama aku ingin belajar berenang; Sejak dulu aku ingin belajar berenang
4. I can’t bear it anymore Terjemahan: Aku sudah tidak tahan lagi
5. She can’t bear children, since her womb was removed during cancer operation Terjemahan: Dia tidak bisa memiliki anak, karena rahimnya diangkat saat operasi kanker.
e. Tenses 1. I didn’t know he was gone until this morning when I went to his room to wake him up Terjemahan: Aku baru tahu dia pergi ketika pagi ini ke kamarnya untuk membangunkannya.
f. Aktif-Pasif 1. Each segment had a star sign in the centre of it. Terjemahan: Di tengah setiap segmen terdapat tanda bintang.
2. No more flowers were thrown and the musicians had ceased playing Terjemahan: Bunga tak lagi dilemparkan dan para musisi berhenti bermain.
Tuntutan Kreativitas Ada kalanya penerjemah menemukan akronim, istilah, puisi berima, atau permainan kata dalam naskah. Di sinilah penerjemah dituntut sekreatif mungkin. “Yang kayak gini nih bikin penerjemah keriting. Yang tadinya keriting, bisa kribo,” selorohnya. Saking sulitnya, Poppy bahkan menyarankan untuk meninggalkan dulu bagian tersebut. “Kerjain aja yang lain dulu. Kalo udah kelar, baru balik ke sini,” ujarnya.
Saat menemukan akronim POPS, PUPS, PIPS, dan PEPS, misalnya. Poppy putar otak mencari kata-kata yang bisa diucapkan. “Mikir-mikir, Service itu kan Layanan. Berarti dimulai dengan L,” kenangnya.
Wanita kelahiran Bandung 40 tahun lalu ini juga bercerita saat menerjemahkan puisi berima dan berkata sandi di buku Erec Rex 1: Mata Naga. “Pertama cari kata-kata yang berhubungan dengan laut, terjemahkan sandinya, lalu udah deh, mengarang bebas puisinya!” ujar Poppy yang mengaku perlu seminggu menerjemahkan puisi tersebut.
Poppy juga berusaha selalu teliti memilih terjemahan istilah. Istilah ‘Cold Maiden’ misalnya. “Aku ngebayangin, ini perempuan hantu, tapi berkabut. Jadilah ‘Perempuan Halimun’.” Begitu pula dengan istilah ‘Creeping Fear’. “Ini kondisi kalo kita ketemu hantu, kita nggak bisa ngapa-ngapain. Terpaku, terkunci. Tapi nggak bisa pake kata ‘takut’ karena bakal ada banyak banget kata takut. Jadilah aku pake ‘kegentaran’,” jelasnya.
Putar otak juga dilakukannya saat menerjemahkan The BFG karya Roald Dahl. “Karena si raksasa ini kalo ngomong suka kebolak-balik, ya jadinya kuterjemahin kebolak-balik juga. Misalnya: ‘Busibah Mencana’.” Tak hanya itu, Poppy juga sempat mengganti lokasi Yunani menjadi Arab, saat menerjemahkan rasa makanan orang. “Kalo Yunani kan nggak bisa dimainin ya. Sementara Arab kaya ladang minyak, pas dengan terjemahan orang yang terasa berminyak,” tuturnya.
Workshop yang Laris Manis Dua jam mengikuti workshop gratis ini sungguh tidak rugi. Peminat workshop pun membludak. Sampai-sampai, di hari ke-2 pendaftaran, kuota peserta sudah penuh! Banyak pendaftar yang terpaksa gigit jari masuk daftar tunggu.
Selain menyiapkan makalah yang kaya materi, Poppy juga tak segan berbagi ilmu dan pengalaman. Saat sejumlah peserta mencoba menjawab latihan di makalah, Poppy juga tidak serta merta menyalahkan terjemahan yang kurang pas. Ia bertanya pada peserta lain “Ada alternatif lain?” Dan saat mengoreksi, dengan rendah hati, istri Haris Thambris ini memulainya dengan kalimat “Kalo aku, kuterjemahin begini…”
Kerendahhatian yang membuat peserta nyaman dan tidak terlalu jiper berhadapan dengan penerjemah yang sudah menerjemahkan lebih dari 50 buku ini. Alhamdulillah 🙂
Dua jempol untuk pemateri, panitia, dan Goodreads Indonesia. Terima kasih, untuk workshop yang sangat bermanfaat 🙂
Sumber foto-foto: Koleksi Poppy D Chusfani